Hidayah bisa datang kapan saja dan melalui medium apa saja. Siapa sangka, melalui film tentang peristiwa penyaliban Yesus Kristus, pemuda bernama Lianus Laiya, dipertemukan dengan Islam. Lianus muda yang tengah dipersiapkan untuk menjadi biarawan atau pelayan gereja, terilhami sejumlah pertanyaan yang selanjutnya menuntut dia mengenal dan mendalami Islam. "Karena Allah berkhendak, saya pun mendapatkan hidayah dan diselamatkan saya oleh Allah SWT untuk menjadi seorang Muslim,”
Lianus Laiya, lahir 25 Oktober 1981 di Nias, Sumatera Utara. Dia lahir di tengah keluarga Katholik yang taat. Sebagian dari keluarganya merupakan pendakwah. Karena itu, tak heran, sebagai anak lelaki tertua, oleh keluarganya, Lianus dipersiapkan untuk meneruskan tradisi keluarga sebagai penggiat gereja.
“Namun, Allah SWT memalingkan langkah saya untuk mendapatkan hidayah,” ungkap dia.
Lianus besar di daerah dimana Muslim hanya sedikit jumlahnya. Inilah yang membuat Lianus tidak pernah mengenal Islam. Bahkan bila bertemu dengan simbol-simbol Islam seperti pakaian Muslim, maka tak tanggung-tanggung bakal dia bakar.
Suatu hari, ia menonton film penyaliban Yesus Kristus. Saat mengikuti film itu, Lianus melihat adegan Yesus saat memasuki gereja, secara spontan Yesus mengangkat kedua tangannya sembari memberikan ceramah kepada para murid-muridnya. Pertanyaan segera mengemuka dalam diri Lianus.
“Mengapa agama saya dalam kehidupan sehari-hari tidak sama dengan apa yang dilakukan Yesus, Misalnya saja, dalam gereja, Yesus berdoa sembari menengadahkan kedua tangan, bukan bernyanyi,” tanya Lianus dalam hati.
Rasa penasaran iu semakin bertambah ketika Yesus hendak ditangkap. Dalam film itu, cerita Lianus, Yesus mengatakan akan datang yang menggantikannya. Pernyataan Yesusdirenungkan betul oleh Lianus. Lalu dia secara spontan bertanya kepada pastornya. “ Siapa yang akan menggantikan Yesus?” Lalu seketika pastor menjawab “Messiah”. “Lho, Yesus kan Messias juga?” tanyanya kembali.
“Saya pun tidak pernah mendapatkan jawaban yang pasti, setelah itu," ujarnya.
***
Setamat SMP, Lianus diboyong pamannya ke Medan, Sumatera Utara. Kepindahannya dari Nias ke Medan, Lianus membawa dirinya tiga bekal pertanyaan. Pertanyaan pertama, mengapa cara beribadah agamanya tidak sesuai dengan Yesus. kedua, mengapa Tuhan bisa punya anak, lalu anak itu menjadi Tuhan dan kemudian meninggal. Ketiga, selama di Medan, Dia sering mendengar rekaman dai kondang yang menceritakan kisah para Nabi mulai dari Nabi Adam hingga ke Muhammad SAW. “Kok Islam bisa punya cerita seperti itu. Saya tidak tahu,” tanya.
Di Medan, Lianus tinggal di dekat Masjid. Secara otomatis, dia selalu mendengarkan pengajian tiap sore. Lianus yang tengah menginjak bangku sekolah menengah begitu senang memperhatikan umat Islam tengah berwudhu.
Tanpa sadar, apa yang dia lihat itu mirip dengan adegan film yang ia tonton. “Lho inikan yang saya lihat dari film tersebut. Saat itu, Nabi Musa AS meminta umatnya untuk membersihkan kaki, muka, tangan,” kenangnya.
Sejak itu, Lianus aktif mengikuti aktivitas masjid. Ia diterima dengan baik, kendati belum bersyahadat.
Perubahan Lianus dibaca sang paman. ia kemudian memboyong Lianus ke Riau.
Di Riau, Lianus bekerja di sebuah perusahan kertas. Selama di Riau, ia sempat melihat perilaku umat Islam yang tidak konsisten menjalankan ibadahnya. Dia pun memutuskan untuk tinggal dekat masjid. Lagi-lagi melalui masjid tersebut, Lianus mendengar kisah para nabi, termasuk Nabi Isa dan kisah Maryam.
Goncanglah keimanan Lianus. “Ketika saya merenung, ketika malam puncak. Saya tidak tidur. Saya pun minum terakhir kali. Setelah itu, saya niatkan diri untuk bertobat,” kenang Lianus.
Akhirnya, Lianus memutuskan untuk masuk ke dalam masjid. Kebetulan, ada salah seorang pemuda bernama Suryadi di sana. Ia menuntun Lianus pada Alquran. Oleh Yadi, Lianus diperlihatkan surat Al-Imran untuk menjawab pertanyaan pertama dan kedua. Lalu, Yadi, memperlihatkan Alquran surat Al-Maidah untuk menjawab pertanyaan ketiga. “Makin yakinlah saya, Alhamdulillah, saya bersujud kepada Allah SWT. Saya meminta disyahadatkan,” ungkap Lianus.
Dia pun dibimbing oleh Haji Amin dari Masjid Istiqomah mengucapkan dua kalimat syahadat lalu bergantilah nama menjadi Abdul Aziz Laiya.
Kabar Lianus masuk Islam segera terdengar oleh pamannya. Tak lama,orang tua Lianus mendengar kabar Keislaman Lianus. Keluarganya marah besar. Bahkan, sang paman tak segan memukul dan menendang dirinya. Lalu, oleh sang paman, dia dibawa kembali pada keluarganya. Oleh ayah dan ibunya, Lianus diancam tidak akan lagi diakui sebagai anak.
“Selama tiga bulan pertama memeluk Islam, saya menghadapi tendangan, pukulan, dan diceburkan ke kolam,” kata dia. Bahkan seorang pamannya menyiramnya dengan darah babi lalu dipaksa makan babi. Menurut sang paman, tindakan itu merupakan bagian dari ritual untuk mengembalikan Lianus kepada jalan yang benar.
"Dalam menghadapi tekanan bertubi, saya hanya bisa mengucapkan laa Illahalillah dan shalat," kata dia.
Saat itulah, Lianus merasa sendirian. Tidak ada yang membantu dirinya memperjuangkan Islam. “Terguncanglah saya saat itu,” kenang dia. Selama seminggu Lianus tidak shalat, seminggu itu pula iman Lianus babak belur; dirayu untuk kembali kepada ajaran agama sebelumnya.
Seorang Ustad bernama Sahabudin kemudian mendatangi dia dan memberikan nasihat. “Alhamdulillah, kembalilah saya kepada jalan Allah SWT,” ungkap dia.
Lianus kembali mendalami Islam. Dia kembali mengikuti berbagai majelis taklim yang digelar. Dia pun menjadi ketua remaja masjid di lingkungannya. Dia juga bertugas membimbing para mualaf . Lalu dipertemukanlah dia oleh Ustad Nababan, pengasuh pondok Pesantren Pembina Muallaf Annaba Center, Tangsel, Banten.
Lianus sempat kembali ke Nias lantaran menerima kabar bahwa ayahnya tengah sakit. Ia diminta kembali ke agama sebelumnya, agar sang ayah sembuh.
Ia menggeleng. "Dengan ilmu rukyah yang pas-pasan, hanya mengandalkan bacaan basmalah, surah al-Fatihah, al -Ikhlas, al-Alaq, dan ayat kursi. Subhanallah, ayah saya sembuh. Yang hadir menyaksikan kesembuhan ayah saya terkejut. Padahal waktu itu saya belum bisa baca Alquran, saya baru belajar mengaji," kenangnya.
Kini, Lianus merasakan ketenangan batin luar biasa dalam memeluk Islam. Dia merasa selalu dimudahkan dalam beraktivitas. “Ketika sedih, dengan berzikir, hilanglah kesedihan. Ketika tengah bermasalah, saya baca Alquran maka datanglah inspirasi,” kata dia.
Sumber : Republika.co.id.