Oleh: Syaikh Mamduh Farhan al Buhairi Hafizhahullah
Salah satu da’i berkata, “Ada seorang
laki-laki memiliki hutang, dan pada suatu hari datanglah kepadanya
pemilik hutang, kemudian mengetuk pintunya. Selanjutnya salah seorang
putranya membukakan pintu untuknya. Dengan tiba-tiba, orang itu
mendorong masuk tanpa salam dan penghormatan, lalu memegang kerah baju
pemilik rumah seraya berkata kepadanya, “Bertakwalah kepada Allah, bayar
hutang-hutangmu, sungguh aku telah bersabar lebih dari seharusnya,
kesabaranku sekarang telah habis, sekarang kamu lihat apa yang kulakukan
terhadapmu hai laki-laki?!
Pada saat itulah sang anak ikut campur,
sementara air mata mengalir dari kedua matanya saat dia melihat
ayahandanya ada pada kondisi terhina seperti itu.
Dia berkata,”Berapa hutang yang harus di bayar ayahku?’
Dia menjawab,”Tujuh puluh ribu real.”
Berkata sang anak,”Lepaskan ayahku, tenanglah, bergembiralah, semua akan beres.”
Lalu masuklah sang anak kekamarnya,
dimana dia telah mengumpulkan sejumlah uang yang bernilai 27 ribu Real
dari gajinya untuk hari pernikahan yang tengah ditunggunya. Akan tetapi
dia lebih mementingkan ayahanda dan hutangnya daripada membiarkan uang
itu di lemari pakaiannya. Sang anak masuk ke ruangan lantas berkata
kepada pemilik hutang, “Ini pembayaran dari hutang ayahku, nilainya 27
ribu Real, nanti akan datang rizki, dan akan kami lunasi sisanya segera
dalam waktu dekat Insya Allah.”
Di saat itulah, sang ayah menangis dan
meminta kepada lelaki itu untuk mengembalikan uang itu kepada putranya,
karena ia membutuhkannya, dan dia tidak punya dosa dalam hal ini. Sang
anak memaksa agar lelaki itu mengambil uangnya. Lalu melepas kepergian
lelaki itu di pintu sambil meminta darinya agar tidak menagih ayahnya,
dan hendaknya dia meminta sisa hutang itu kepadanya secara pribadi.
Kemudian sang anak mendatangi ayahnya,
mencium keningnya seraya berkata, “Ayah, kedudukan ayah lebih besar dari
uang itu, segala sesuatu akan diganti jika Allah azza wa jalla
memanjangkan usia kita, dan menganugerahi kita dengan kesehatan dan
‘afiyah. Saya tidak tahan melihat kejadian tadi, seandainya saya
memiliki segala tanggungan yang wajib ayah bayar, pastilah saya akan
membayarkan kepadanya, dan saya tidak mau melihat ada air mata yang
jatuh dari kedua mata ayah di atas jenggot ayah yang suci ini.”
Lantas sang ayah pun memeluk putranya,
sembari sesegukan karena tangisan haru, menciumnya seraya berkata,
“Mudah-mudahan Allah meridhai dan memberikan taufiq kepadamu wahai
anakku, serta merealisasikan segala cita-citamu.”
Pada hari berikutnya, saat sang anak
sedang asyik melaksanakan tugas pekerjaannya, salah seorang sahabatnya
yang sudah lama tidak dilihatnya datang menziarahinya. Setelah
mengucapkan salam dan bertanya tentang keadaannya, sahabat tadi
bertanya,
“Akhi (saudaraku), kemarin, salah
seorang manajer perusahaan memintaku untuk mencarikan seorang laki-laki
muslim, terpercaya lagi memiliki akhlak mulia yang juga memiliki
kemampuan menjalankan usaha. Aku tidak menemukan seorang pun yang
kukenal dengan kriteria-kriteria itu kecuali kamu. Maka apa pendapatmu
jika kita pergi bersama untuk menemuinya sore ini?”
Maka berbinar-binarlah wajah sang anak dengan kebahagiaan, seraya berkata,
“Mudah-mudahan ini adalah do’a ayah, Allah azza wa jalla telah mengabulkannya.”
Maka dia pun banyak memuji Allah azza wa
jalla. Pada waktu pertemuan di sore harinya, tidaklah manajer tersebut
melihat kecuali dia merasa tenang dan sangat percaya kepadanya, dan
berkata,
“Inilah laki-laki yang tengah kucari.”
Lalu dia bertanya kepada sang anak, “Berapa gajimu?”
Dia menjawab, “Mendekati 5 ribu Real.”
Dia berkata, “Pergi besok pagi,
sampaikan surat pengunduran dirimu, gajimu 15 ribu Real, bonus 10% dari
laba, dua kali gaji sebagai tempat dan mobil, dan enam bulan gaji akan
di bayarkan untuk memperbaiki keadaanmu.”
Tidaklah pemuda itu mendengarnya, hingga dia menangis sambil berkata, “Bergembiralah wahai ayahku.”
Manajer pun bertanya kepadanya tentang
sebab tangisannya. Maka pemuda itu pun menceritakan apa yang telah
terjadi dua hari sebelumnya. Maka manajer itu pun memerintahkan untuk
melunasi hutang-hutang ayahnya. Adalah hasil dari labanya pada tahun
pertama, tidak kurang dari setengah milyar Real Berbakti kepada kedua
orang tua adalah bagian dari ketaatan terbesar, dan bentuk taqarrub
kepada Allah azza wa jalla yang teragung.
Dengan berbakti kepada keduanya
rahmat-rahmat akan diturunkan, segala kesukaran akan disingkapkan. Dan
Allah azza wa jalla telah mengaitkan antara berbakti kepada kedua orang
tua dengan tauhid, Allah azza wa jalla berfirman: “Dan Tuhanmu telah
memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu
berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang
dari keduanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka
sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan ‘ah’ dan
janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan
yang mulia.” [QS. Al Israa’. 23]
Di dalam shahihahin, dari hadits
Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu dia berkata, “Aku pernah bertanya
kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, “Amal mana yang paling
dicintai oleh Allah?” Maka beliau menjawab, “Shalat pada waktunya.”
Kukatakan lagi, “Kemudian apa?” Beliau menjawab, “Berbakti kepada kedua
orang tua.” Kukatakan, “Kemudian apa?” Beliau menjawab, “Kemudian jihad
di jalan Allah.” [HR.al Bukhari & Muslim]
Dari Umar radhiyallahu ‘anhu, dia
berkata, “Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
bersabda, “Akan datang atas kalian Uwais bin ‘Amir bersama dengan
penduduk Yaman dari Murad kemudian dari Qorn. Dulu dia kena penyakit
sopak, kemudian sembuh darinya kecuali selebar koin uang dirham. Dia
punya seorang ibu yang dulu dia berbakti kepadanya. Seandainya dia
bersumpah atas nama Allah, pastilah akan dipenuhiNya. Maka jika kamu
mampu dia beristighfar untukmu, maka lakukanlah.” [HR. Muslim]
Ini pula Hiwah bin Syuraih, dia adalah
salah seorang Imam kaum muslimin dan ulama yang terkenal. Dia duduk pada
halaqohnya mengajar manusia. Berbagai thalib (penuntut ilmu) datang
kepadanya dari segenap tempat untuk mendengar darinya. Maka suatu ketika
ibunya berkata kepadanya, saat dia berada di tengah-tengah muridnya,
“Berdirilah wahai Hiwah, beri makan ayam.” Maka dia pun berdiri dan
meninggalkan kajian.
Ketahuilah wahai saudaraku yang
tercinta, bahwasanya termasuk pintu-pintu sorga adalah Babul Walid
(Pintu berbakti kepada orang tua). Maka janganlah kehilangan pintu
tersebut, bersungguh-sungguhlah dalam menaati kedua orang tuamu. Demi
Allah, baktimu terhadap keduanya termasuk diantara sebab-sebab
kebahagiaanmu di dunia akhirat.
Aku memohon kepada Allah azza wa jalla
agar memberikan taufik kepadaku dan seluruh kaum muslimin untuk berbakti
kepada kedua orang tua dan berbuat baik kepada keduanya. Wallahu a`lam
0 komentar:
Posting Komentar