Pages

 

Senin, 20 April 2015

Pengaruh Alquran terhadap orang-orang yang Sholeh

1 komentar

Manshur bin Ammar melihat seorang pemuda sedang melaksanakan shalat seperti shalatnya orang-orang yang takut, lalu ia memanggil pemuda tersebut, “Hai anak muda! Apakah engkau pernah membaca firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

Wahai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (QS. At-Tahrim: 6)

Tatkala ia mendengar ayat ini, maka ia langsung jatuh pingsan. Ketika telah siuman ia berkata, “Berilah aku tambahan lagi.” Lantas Manshur berkata, “Bukankah engkau tahu bahwa di Neraka Jahannam terdapat jurang yang disebut api yang bergejolak yang mengelupaskan kulit kepala, yang memanggil orang yang membelakangi dan yang berpaling (dari agama).” Maka, ia pun tidak mampu memikul nasihat ini, lalu ia jatuh dan meninggal dunia.

Selanjutnya dadanya dibuka. Ternyata ditemukan dadanya bertuliskan, “Sesungguhnya dia berada dalam kehidupan yang diridhai, dalam surga yang tinggi, buah-buahannya dekat.”

Manshur melanjutkan ceritanya, “Lalu saya tidur sambil memikirkan kondisi pemuda tersebut. Di dalam tidur, saya melihatnya sedang berjalan dengan lagak yang bagus di dalam surga. Di atas kepalanya terdapat mahkota kehormatan. Kemudian saya bertanya kepadanya, “Dengan apa engkau dapat memperoleh derajat seperti ini?” lalu ia berkata kepadaku, “Bukankah engkau pernah membaca firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa itu di dalam taman-taman dan sungai-sungai, di tempat yang disenangi di sisi Tuhan Yang Berkuasa.” (QS. Al-Qamar: 54-55)
Wahai Ibnu Ammar! Sungguh, Allah Subhanahu wa Ta’ala telah memberikan kepadaku pahala pasukan Badr, bahkan lebih banyak lagi. Lalu saya bertanya kepadanya, “Mengapa bisa seperti itu?” Ia menjawab, “Karena pasukan Badr gugur dengan pedang orang-orang kafir. Sedangkan saya meninggal dunia dengan pedang Dzat Yang Maha Merajai dan Maha Perkasa, yaitu Alquran Al-Karim.”
Dihikayatkan dari Masruq radhiyallahu ‘anhu bahwa ia pernah mendengar seseorang sedang membaca ayat berikut:
(Ingatlah) hari (ketika) Kami mengumpulkan orang-orang yang takwa kepada (Allah Subhanahu wa Ta’ala) Yang Maha Pengasih sebagai perutusan yang terhormat, dan Kami akan menghalau orang-orang yang durhaka ke neraka Jahannam dalam keadaan dahaga.” (QS. Maryam: 85-86)

Lantas ia bergetar, menangis, dan berkata kepada orang yang membaca ayat tersebut, “Ulangi lagi untukku!” Maka, ia pun terus-menerus mengulangi ayat tersebut, sementara Marsuq menangis sehingga ia jatuh dan meninggal dunia. Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala merahmatinya. Ia termasuk orang-orang yang meninggal dunia lantara Alquran.

Manshur bin Ammar berkata, “Saya memasuki kota Kufah. Pada saat saya sedang berjalan di kegelapan malam, tiba-tiba saya mendengar tangisan seseorang dengan suara yang penuh gelisah dari dalam rumah. Orang tersebut berkata, “Wahai Rabbku! Demi kemuliaan dan keagungan-Mu, saya tidak bermaksud menentang-Mu dengan berbuat maksiat kepada-Mu. Akan tetapi, saya berbuat maksiat karena kebodohanku. Lantas sekarang siapa lagi yang dapat menyelamatkanku dari siksa-Mu? Dengan tali siapa saya berpegang teguh jika Engkau memutus tali-Mu dari diriku. Aduh alangkah banyak dosaku.. Aduh tolonglah… Ya Allah!” Manshur bin Ammar berkata,

“Ucapan orang tersebut membuatku menangis, lalu saya berhenti dan membaca ayat berikut:
Wahai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.’ (QS. At-Tahrim: 6)

Tiba-tiba saya mendengar teriakan keras dan gemetar lelaki tersebut. Saya pun berhenti hingga suara lelaki itu pun terputus dan saya pun berlalu. Di pagi harinya saya mendatangi rumah lelaki tersebut, ternyata saya mendapatinya telah meninggal dunia dan orang-orang sedang merawat jenazahnya. Di sana terlihat seorang nenek yang sedang menangis, lalu saya menanyakan tentang siapakah perempuan tua tersebut. Ternyata ia adalah ibunya, kemudian saya menghampirinya dan saya bertanya mengenai tingkah laku anaknya, lalu perempuan tua tersebut menjawab, “Dia berpuasa di siang hari, beribadah di malam hari, dan bekerja mencari rezeki yang halal. Lalu ia membagi tiga hasil dari kerjanya. Sepertiga untuk dirinya sendiri, sepertiga lagi untuk membiayaiku, dan sepertiga lainnya ia sedekahkan. Tadi malam ada seseorang melewatinya sambil membaca suatu ayat, ia pun mendengar ayat tersebut lalu meninggal dunia.”

Diriwayatkan bahwa Mudhar ia adalah seorang qari sedang membaca ayat ini:
(Allah berfirman): “Inilah kitab (catatan) Kami yang menuturkan kepadamu dengan sebenar-benarnya.” (QS. Al-Jatsiyah: 29)
Lantas Abdul Wahid bin Zaid menangis ketika mendengar ayat tersebut sampai pingsan. Ketika telah siuman, ia berkata, “Demi kemuliaan-Mu dan keagungan-Mu saya tidak akan berbuat maksiat kepada-Mu dengan segenap kemampuanku untuk selamanya. Oleh karena itu, berilah saya pertolongan untuk melakukan ketaatan kepada-Mu dengan pertolongan-Mu.”

Kemudian ia mendengar seseorang membaca ayat berikut:
Wahai jiwa yang tenang! Kembalilah kepada Rabbmu dengan hati yang ridha dan diridhai-Nya.” (QS. Al-Fajr: 27-28)

Lalu ia meminta agar si pembaca ayat tersebut mengulangi kembali dan bertanya, “Berapa kali saya mengucapkan irji’i.” Ia pun pingsan lantaran takut kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan siksa-Nya. Ia bertaubat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan memperbaiki diri setelah itu. Maha benar Allah Subhanahu wa Ta’ala yang telah berfirman:
Sekiranya Kami turunkan Alquran ini kepada sebuah gunung, pasti kamu akan melihatnya tunduk terpecah belah disebabkan ketakutannya kepada Allah.” (QS. Al-Hayr: 21)
Zirarah bin Auf menjadi iman bagi orang banyak saat shalat Subuh. Tatkala ia membaca ayat:
Maka apabila sangkakala ditiup, maka itulah hari yang serba sulit.” (QS. Al-Muddatstsir: 8)

Maka, ia terjatuh dalam keadaan telah meninggal dunia. Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala merahmatinya.
Dan ketika firman Allah Subhanahu wa Ta’ala berikut ini telah diturunkan:
Dan sungguh, Jahannam itu benar-benar (tempat) yang telah dijanjikan untuk mereka (pengikut setan) semuanya.” (QS. Al-Hijr: 43)

Maka, Salman Al-Farisi radhiyallahu ‘anhu menjerit satu jeritan, lalu ia meletakkan tangan di atas kepalanya dan pergi tak tentu arah selama tiga hari.
Sumber: Hiburan Orang-orang Shalih, 101 Kisah Segar, Nyata dan Penuh Hikmah, Pustaka Arafah
Read more...

Buah dari sebuah Kebaikan

0 komentar




Pada suatu hari ada seorang pemabuk yang mengundang sekelompok sahabatnya. Mereka pun duduk, kemudian si pemabuk memanggil budaknya, lalu ia menyerahkan empat dirham kepada pembantunya dan menyuruhnya agar membeli buah-buahan untuk teman-temannya tersebut. Di tengah-tengah perjalanan, si pembantu melewati seseorang yang zuhud, yaitu Manshur bin Ammar. Beliau berkata, 


“Barangsiapa memberikan empat dirham kepadanya. Selanjutnya Manshur bin Ammar bertanya, “Doa apa yang Anda inginkan?” Lalu ia menjawab, “Pertama, saya mempunyai majikan yang bengis. Saya ingin dapat terlepas darinya. Kedua, saya ingin Allah Subhanahu wa Ta’ala menggantikan empat dirham untukku. Ketiga, saya ingin Allah Subhanahu wa Ta’ala menerima taubat majikan saya. Keempat, saya ingin Allah Subhanahu wa Ta’ala memberikan ampunan untukku. Ketiga, saya ingin Allah Subhanahu wa Ta’ala menerima taubat majikan saya. Keempat, saya ingin Allah Subhanahu wa Ta’ala memberikan ampunan untukku, untuk majikanku, untukmu, dan orang-orang yang hadir di sana.” Kemudian Manshur mendoakannya.

Pembantu itu pun berlalu dan kembali kepada majikannya yang gemar menghardiknya. Majikannya bertanya kepadanya, “Mengapa kamu terlambat dan mana buahnya?” Lantas ia menceritakan bahwa ia telah bertemu sang ahli zuhud bernama Manshur dan bagaimana ia telah memberikan empat dirham kepadanya sebagai imbalan empat doa. Maka, amarah sang majikan pun redam. Ia bertanya, 

“Apa yang engkau mohonkan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala?” Ia menjawab, “Saya mohon untuk diriku agar saya dibebaskan dari perbudakan.” Lantas majikannya berkata, “Sungguh, saya telah memerdekakanmu. Kamu sekarang merdeka karena Allah Subhanahu wa Ta’ala

Apa doamu yang kedua?” Ia menjawab, “Saya memohon agar Allah Subhanahu wa Ta’ala menggantikan empat dirham buatku.” Majikannya berkata, “Bagimu empat dirham. Apa doamu yang ketiga?” Ia menjawab, “Saya memohon agar Allah Subhanahu wa Ta’ala menerima taubatmu.” 

Lantas si majikan menundukkan kepalanya, menangis, dan menyingkirkan gelas-gelas arak dengan kedua tangannya dan memecahkannya. Lalu ia berkata, “Saya bertaubat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Saya tidak akan mengulanginya lagi selamanya. Lalu apa doamu yang keempat?” Ia menjawab, “Saya memohon agar Allah Subhanahu wa Ta’ala memberikan ampunan untukku, untukmu, dan orang-orang yang hadir di sini.” Sang majikan berkata, “Yang ini bukan wewenangku. 

Ini adalah wewenang Dzat Yang Maha Pengampun, Maha Penyayang.”
Ketika sang majikan tidur pada malam harinya, ia mendengar suara yang mengatakan, “Engkau telah melakukan apa yang menjadi wewenangmu. Sungguh, Allah Subhanahu wa Ta’ala telah memberikan ampunan kepadamu, si pelayan, Manshur bin Ammar, dan semua orang-orang yang hadir.”
Sumber: Hiburan Orang-orang Shalih, 101 Kisah Segar, Nyata dan Penuh Hikmah, Pustaka Arafah
Read more...

Berbulan madu bersama Bidadari

1 komentar

Di kota Suffah tinggallah seorang pemuda bernama Zahid. Ia hidup pada zaman Rasulullah SAW. Setiap hari ia tinggal di Masjid Madinah. Zahid memang bukan pemuda tampan. Di usianya yang ke-35, ia belum juga menikah.

Suatu hari, ketika Zahid sedang mengasah pedangnya, tiba-tiba Rasulullah datang dan mengucapkan salam kepadanya. Zahid terkejut dan menjawabnya dengan gugup. "Wahai saudaraku Zahid, selama ini engkau tampak sendiri saja", sapa Rasulullah SAW.

"Allah bersamaku, wahai Rasulullah", jawab Zahid.

"Maksudku, mengapa selama ini engkau masih lajang..? apakah tak ada dalam benakmu keinginan untuk menikah..?", tanya beliau lagi.

Zahid menjawab, "Wahai Rasulullah, aku ini lelaki yang tidak mempunyai pekerjaan tetap, apalagi wajahku sangat tak memenuhi syarat, siapa wanita yang mau denganku..?".

"Mudah saja kalau kau mau..!" kata Rasulullah menimpali.

Zahid hanya termangu. Tak lama kemudian Rasulullah memerintahkan pembantunya untuk membuat surat lamaran untuk melamar wanita bernama Zulfah binti Said. Ia anak bangsawan Madinah yang terkenal kaya raya dan cantik jelita. Surat itupun diberikan kepada Zahid untuk kemudian diserahkan kepada Said. Setiba di sana ternyata Said tengah menerima tamu. Maka usai mengucapkan salam, Zahid menyerahkan surat tersebut tanpa masuk ke dalam rumah.

"Said saudaraku, aku membawa surat untukmu dari Rasulullah yang mulia", kata Zahid.

Said menjawab, "Ini adalah kehormatan buatku".

Surat itu dibuka dan dibacanya. Alangkah terkejutnya Said usai membaca surat tersebut. Tak heran karena dalam tradisi bangsa Arab selama ini, perkawinan yang biasanya terjadi adalah seorang bangsawan harus kawin dengan keturunan bangsawan pula. Orang yang kaya harus kawin dengan si kaya juga. Itulah yang dinamakan "sekufu" (sederajad).

Akhirnya Said bertanya kepada Zahid, "Saudaraku, betulkah surat ini dari Rasulullah..?"

Zahid menjawab, "Apakah engkau pernah melihatku berbohong..?"

Dalam suasana demikian, Zulfah datang dan bertanya, "Ayah.. mengapa engkau tampak tegang menghadapi tamu ini..? Apa tak lebih baik bila ia disuruh masuk..?"

"Anakku, Ia adalah seorang pemuda yang sedang melamarmu. Dia akan menjadikan engkau istrinya", kata Said kepada anaknya.

Di saat itulah Zulfah melihat ayahnya, ia pun menangis sejadi-jadinya. "Ayah banyak pemuda yang lebih tampan dan kaya raya, semuanya menginginkan aku. Aku tak mau, Ayah..!" jawab Zulfah merasa terhina.

Said pun berkata kepada Zahid, "Saudaraku, engkau tahu sendiri anakku merasa keberatan. Bukannya aku hendak menghalanginya. Maka sampaikanlah kepada Rasulullah SAW bila lamaranmu di tolak".

Mendengar nama Rasulullah SAW disebut sang ayah, Zulfah berhenti menangis dan bertanya, "Mengapa ayah membawa-bawa nama Rasulullah SAW..?"

Said menjawab, "Lelaki yang datang melamarmu ini adalah karena perintah Rasulullah."

Serta merta Zulfah mengucap istigfar berulang kali dan menyesali kelancangan perbuatannya itu. Lirih, wanita muda itu berkata kepada sang ayah, "Mengapa ayah tidak mengatakannya sejak tadi bila yang melamarkan lelaki itu adalah Rasulullah SAW. Kalau begitu keadaanya, nikahkan saja aku dengannya. Karena aku teringat firman Allah : 'Sesungguhnya jawaban orang-orang mukmin, bila mereka dipanggil Allah dan Rasul-Nya, agar rasul menghukum (mengadili) di antara mereka ialah ucapan, 'Kami mendengar dan kami patuh.' Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung.' (An-Nur : 51)."

Hati Zahid bagai melambung entah ke mana. Ada semburat suka cita yang tergambar dalam rona wajahnya. Bahagia, itu yang pasti ia rasakan saat itu. Setiba di masjid ia bersujud syukur. Rasul yang mulia tersenyum melihat gerak-gerik Zahid yang berbeda dari biasanya.

"Bagaimana Zahid..?" tanya Rasulullah.

"Alhamdulillah diterima, wahai Rasulullah," jawab Zahid.

"Sudah ada persiapan..?" tanya Rasulullah lagi.

Zahid menundukkan kepala sambil berkata, "Rasulullah.. aku tidak memiliki apa-apa."

Rasulullah pun menyuruhnya pergi ke rumah Abu Bakar, Utsman dan Abdurrahman bin Auf. Setelah mendapatkan sejumlah uang yang cukup, Zahid pergi ke pasar untuk belanja persiapan pernikahan. Bersamaan dengan itu Rasulullah menyeru umat Islam untuk berperang menghadapi kaum kafir yang akan menghancurkan Islam.

Ketika Zahid sampai di masjid, ia melihat kaum muslimin telah bersiap dengan persenjataanya. Zahid bertanya, "Ada apa ini..?"

Shahabat menjawab, "Zahid.., hari ini orang kafir akan menghancurkan kita. Apakah engkau tidak mengetahuinya..?"

Zahid pun beristigfar beberapa kali sambil berkata, "Wah, kalau begitu aku lebih baik menjual perlengkapan perkawinan ini dan aku akan membeli kuda terbaik."

"Tetapi Zahid, malam nanti adalah bulan madumu. Apakah engkau akan pergi juga..?" kata para shahabat menasehati.

"Tidak mungkin aku berdiam diri..!" jawab Zahid tegas.

Lalu Zahid menyitir ayat, "Jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, istri-istri kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai adalah lebih kamu cintai daripada Allah dan Rasul-Nya (dari) berjihad di jalan-Nya. Maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang fasik." (At-Taubah : 24).

Akhirnya Zahid melangkah ke medan pertempuran sampai ia gugur. Rasulullah berkata, "Hari ini Zahid sedang berbulan madu dengan bidadari yang lebih cantik daripada Zulfah." Lalu Rasulullah membacakan surat Ali Imran ayat 169 - 170.

"Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati, sebenarnya mereka itu hidup di sisi Rabbnya dengan mendapat rezeki. Mereka bergembira dengan karunia yang diberikan Allah kepada mereka, dan bergirang hati terhadap orang-orang yang masih tinggal di belakang yang belum menyusul mereka dan mereka tidak bersedih hati."

"Dan janganlah kamu mengatakan orang-orang yang gugur di jalan Allah, (bahwa mereka itu) telah mati. Sebenarnya mereka itu hidup, tetapi kamu tidak menyadarinya."

Para Shahabat pun meneteskan air mata. Bagaimana dengan Zulfah..?

Mendengar kabar kematian Zahid, ia tulus berucap, "Ya.. Allah.. alangkah bahagianya calon suamiku itu. Andai aku tak dapat mendampinginya di dunia, izinkanlah aku mendampinginya di akhirat kelak." Demikian pintanya, sebuah ekspresi cinta sejati dari dunia hingga akhirat. Cinta yang bersemi oleh ketaatan kepada titah Rasulullah SAW, meski semula hati berontak.


Dikutip dari buku "Ayat-Ayat Pedang - Kisah Kisah Pembangun Semangat Juang" Oleh : Layla TM
Read more...

Minggu, 19 April 2015

Cukup Hanya Allah Ta’ala Sebagai Pelindung Dan Sebagai Saksi

0 komentar

Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menceritakan tentang seorang laki-laki kaum Bani Israil yang hendak meminjam uang sebanyak 1.000 dinar kepada sebagian Bani Israil yang lain. Orang yang akan dipinjami uang berkata, “Datangkan kepadaku beberapa saksi untuk menjadi saksi.”
“Cukup hanya Allah subhanahu wa ta’ala sebagai saksi,” jawab orang Bani Israil yang hendak meminjam uang.
“Datangkan kepadaku seseorang sebagai penjamin.”
“Cukup hanya Allah Subhanahu wa Ta’ala sebagai penjamin.”
“Engkau benar.”

Pada waktu yang telah ditentukan, Bani Israil tersebut ingin membayar hutang kepada shahabatnya. Kemudian dia menuju ke laut mencari sebuah kapal yang bisa dia tumpangi dan membawanya ke negeri seberang untuk membayar hutang tersebut. Namun dia tidak menemukan sebuah kapal yang berlayar, dikarenakan cuaca buruk dan gelombang yang besar. Lalu dia mengambil sepotong kayu dan melubanginya, lantas meletakkan uang sejumlah seribu dinar di dalamnya.

Setelah itu dia mengaitkan antara ujung kayu yang satu dengan ujung kayu yang lain hingga rata. Ia membawa kayu itu ke laut. Kemudian dia berkata, “Ya Allah, Engkau Maha Mengetahui bahwa sesungguhnya aku telah meminjam uang dari fulan sebanyak seribu dinar. Dia memintaku mendatangkan seseorang sebagai penjamin, aku mengatakan kepadanya, `Cukup hanya Allah yang menjadi penjaminku.’ Dia pun ridha dengan semua ini demi Engkau. Si fulan juga memintaku untuk mendatangkan seseorang sebagai saksi, lalu aku berkata kepadanya, ‘Cukup hanya Allah sebagai saksi.’ Dia pun ridha dengan semua itu demi Engkau. Aku sudah berusaha untuk mendapatkan sebuah kapal untuk aku antarkan kepadanya uang yang telah dia pinjamkan kepadaku, tetapi aku tidak mendapatkan kapal tersebut, sekarang aku menyerahkan semuanya kepada-Mu.”

Setelah itu dia melemparkan potongan kayu tersebut ke lautan. Lalu dia memandang ke tengah laut untuk mencari seseorang yang berlayar yang bisa mengantarkannya ke negeri seberang.
Sementara itu, lelaki yang meminjamkan uangnya kepada Bani Israil tersebut keluar untuk mencari kayu bakar di tengah lautan, seketika ia mendapatkan potongan kayu yang berisi uang tersebut. la pun membawa potongan kayu itu -yang ia anggap sebagai kayu bakar- untuk diberikan kepada keluarganya. Ketika ia membelah kayu itu, ia mendapatkan dinar di dalam kayu itu. Pada saat yang bersamaan orang yang meminjam uang datang dengan membawa uang sebesar 1.000 dinar, seraya berkata, “Demi Allah aku masih mencari kendaraan untuk membayar piutangmu, namun aku tidak mendapatkan kendaraan itu sebelum ini.”

Orang yang meminjamkan uang itu berkata, “Apakah kamu mengirimkan sesuatu untukku?”
“Bukankah aku telah mengatakan bahwa sebelum keda­tanganku saat ini, aku tidak mendapatkan tumpangan?”

“Sesungguhnya Allah telah membayarkan hutangmu melalui sesuatu yang engkau kirim dalam potongan kayu. Karena itu, bawalah kembali uang dinar yang engkau bawa itu. “


Sumber: Buku “Wujudkan Impian Anda Dengan Do’a”, Syaikh Majdi Muhammad asy-Syahawi,
Read more...

Demi Dzat Yang Maha Membolak-Balikkan Hati, Agar Engkau Menikahiku..

1 komentar

Maryam, istri Abu Utsman Sa’id bin Isma’il al-Hairi bertutur, Kami akan menunda bermain, tertawa, dan mengobrol hingga Abu Utsman masuk ke dalam wiridnya, yaitu shalat. Apabila dia telah masuk, dia akan berkhalwat dan tidak akan merasakan sedikit pun pembicaraan dan lainnya.
Suatu ketika aku duduk berdua dengannya, maka aku pun memanfaatkannya. Aku berkata, “Wahai Abu Utsman! Amalanmu yang manakah yang paling kamu harapkan?”

Dia bercerita, “Wahai Maryam, ketika aku tumbuh menjadi pemuda, ketika itu aku menggembala, dan mereka merayu-rayuku untuk menikah, tetapi aku tidak mau, kemudian seorang perempuan datang kepadaku seraya berkata, ‘Wahai Abu Utsman, aku sangat mencintaimu dengan kecintaan yang menghilangkan tidur dan ketenanganku. Aku minta kepadamu, demi Dzat Yang Maha membolak-balikkan hati, agar kamu sudi menikah denganku.’ Saya bertanya, ‘Apakah kamu memiliki orang tua?’ Ia menjawab, ‘Ya. Fulan, tukang jahit di tempat ini.’ Lalu aku mengirim surat kepadanya, dan dia mengiyakanku.

Maka aku pun menikah dengannya. Ketika aku hendak menggaulinya, aku menemukannya buta sebelah, pincang, buruk rupa. Aku pun berdoa, ‘Ya Allah! milikMu-lah segala pujian atas apa yang Engkau takdirkan untukku.’ Keluargaku mencaciku atas hal itu. Tetapi aku malah tambah memuliakannya, sehingga ia tidak membiarkanku keluar dari sisinya. 

Aku pun tidak menghadiri majelis karena mengedepankan ridhanya dan untuk menjaga hatinya. Aku tetap bersamanya dalam keadaan ini selama lima belas tahun. Aku mendampinginya seakan-akan aku memegang bara, dan aku tidak menampakkan hal itu sedikit pun kepadanya, sampai ia meninggal. Tidak ada sesuatu pun yang lebih aku harapkan daripada kemampuanku untuk menjaga perasaannya.” 


Sumber: Buku”90 Kisah Malam Pertama”, Penerbit Darul Haq
Read more...

Cintamu Membawaku ke Surga

0 komentar

Al-Mubarrid menyebutkan dari Abu Kamil dari Ishaq bin Ibrahim dari Raja’ bin Amr an-Nakha’I, ia berkata : “Adalah di Kufah, terdapat seorang pemuda tampan. Dia kuat beribadah dan sangat rajin. Suatu saat dia mampir berkunjung ke kampong dari Bani An-Nakha. Dia melihat seorang wanita cantik dari kalangan mereka sehingga dia jatuh cinta dan kasmaran. Dan ternyata si wanita cantik jelita ini pun begitu juga pada nya. Karena sudah jatuh cinta, akhirnya pemuda itu mengutus seseorang untuk melamarnya kepada ayahnya. Tetapi si ayah mengabarkan bahwa putrinya telah di jodohkan dengan sepupunya. Walaupun demikian, cinta kedua nya tidak bisa dipadamkan bahkan semakin berkobar-kobar. Si wanita ini akhirnya mengirim pesan lewat seseorang untuk si pemuda.

Surat itu berbunyi :
“Aku telah tahu betapa besarnya cinta mu kepada ku, dan betapa besar pula aku diuji dengan kamu. Bila kamu setuju, aku akan mengunjungi mu atau aku akan mempermudahkan jalan bagi mu untuk datang menemui ku dirumahku.”

Dijawab oleh pemuda yang rajin beribadah tadi melalui orang suruhan nya :
“Aku tidak setuju dengan dua alternatif mu itu : Karena Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman :
إِنِّي أَخَافُ إِنْ عَصَيْتُ رَبِّي عَذَابَ يَوْمٍ عَظِيمٍ
“Sesungguhnya aku takut jika mendurhakai Tuhanku kepada siksa hari yang besar (kiamat)”. [Al-Qur’an Surat Yunus ayat 15]
 
Aku takut kepada api yang tidak pernah mengecil nyala nya dan tidak pernah padam kobaran nya.”
Ketika disampaikan balasan pesan tadi dari pemuda itu kepada si wanita, wanita itu berkata :
 
“Walau demikian, rupanya dia masih takut kepada Allah? Demi Allah, tidak ada seseorang yang lebih berhak untuk bertakwa kepada Allah dari orang lain. Semua hamba sama – sama berhak untuk itu.”

Kemudian wanita itu meninggalkan urusan dunia dan menyingkirkan perbuatan – perbuatan buruknya serta mulai beribadah mendekatkan diri kepada Allah. Akan tetapi dia masih menyimpan perasaan cinta dan rindu pada sang pemuda tersebut.
 
Tubuhnya mulai kurus dan kurus menahan perasaan rindu yang membara, sampai akhirnya dia meninggal dunia karena nya. Dan si pemuda itu sering kali menziarahi kuburan wanita itu, dia menangis dan mendoakan nya.

Suatu waktu pemuda itu tertidur diatas kuburan nya. Dia bermimpi berjumpa dengan kekasihnya dengan penampilan yang sangat baik. Dalam mimpi dia sempat bertanya kepada wanita itu : “Bagaimana keadaan mu? Dan apa yang kau dapatkan setelah meninggal?”

Wanita itu menjawab : “Sebaik – baik cinta – wahai orang yang bertanya- adalah cinta mu. Sebuah cinta yang dapat menggiring menuju kebaikan.”

Pemuda itu bertanya : “Jika demikian, kemanakah kau menuju?”

Wanita itu menjawab : “Aku sekarang menuju pada kenikmatan dan kehidupan yang tidak ada akhirnya. Di Surga kekekalan yang dapat ku miliki dan tidak akan pernah rusak.”

Pemuda itu berkata : “Aku berharap kau selalu ingat pada ku disana, sebab aku disini juga tidak akan melupakan mu.”

Wanita itu menjawab : “Demi Allah, aku juga tidak akan melupakanmu. Dan aku meminta kepada Tuhan ku dan Tuhan mu agar kita nanti bisa dikumpulkan (disurga). Maka batulah aku dalam hal ini dengan kesungguhan mu dalam beribadah.”

Si pemuda itu bertanya : “Kapan aku bisa melihatmu?”
Jawab si wanita itu : “Tidak lama lagi, engkau akan datang melihat ku.”
Tujuh hari setelah mimpi itu berlalu, si pemuda dipanggil oleh Allah Subhanahu wa ta’ala menuju kehadirat-Nya, meninggal dunia.


[Kisah – Kisah Nyata hal 72-74, Syaikh Ibrahim bin Abdullah al-Hazmi. Terjemahan Man Taraka Syai’an Lillah Awwadhahullah Khairan Minhu]
Jadikanlah penghalang antara cinta mu dan dia, ketakwa kepada Allah Subhanahu wa ta’ala.

Semoga bermanfaat.
Read more...

Keikhlasan Yang Pudar

0 komentar

Ibnul Jauzi rahimahullah di dalam bukunya “Talbis Iblis” (perangkap iblis), pernah menukilkan dari Imam Hasan Al Bashri rahimahullah, sebuah kisah yang menarik untuk direnungi. Berikut kisahnya:

“Dahulu kala, ada sebuah pohon yang sering disembah dan dikeramatkan. Melihat hal itu, muncullah keinginan pada diri seorang pemuda untuk menebangnya. Maka dia pun bergegas menuju pohon itu dalam keadaan marah karena Allah. Di tengah jalan, dia dihadang oleh iblis yang telah merubah wujudnya dalam bentuk manusia.

Iblis bertanya: ke manakah engkau hendak pergi? Si pemuda menjawab: aku hendak menebang pohon yang selama ini selalu disembah dan dikeramatkan dari selain Allah. Iblis berkata: maukah engkau menerima tawaran yang lebih baik untukmu? Janganlah engkau menebang pohon itu, sebagai gantinya engkau akan mendapatkan dua dinar, pada setiap pagi di balik bantalmu. Si pemuda balik bertanya: dari manakah aku bisa mendapatkan bayaran itu? Iblis menjawab: itu bukan urusanmu.

Maka si pemuda pun mengurungkan niatnya dan kembali pulang ke rumahnya. Keesokannya, di pagi hari, dia memeriksa di balik bantalnya dan dia mendapatkan dua dinar yang dijanjikan kepadanya.

Dia merasa senang dan tak lagi melanjutkan niatnya sebelum bertemu dengan sang iblis.
Sampailah pada suatu pagi, dia tidak lagi mendapatkan dua dinar di balik bantalnya. Maka dia pun marah dan bergegas pergi untuk menebang pohon keramat itu kembali. Seperti sebelumnya, di tengah jalan, dia di hadang oleh sang iblis yang telah merubah wujudnya dalam bentuk manusia.

Iblis bertanya: ke manakah engkau hendak pergi? Si pemuda menjawab: aku hendak menebang pohon yang selama ini selalu disembah dan dikeramatkan dari selain Allah. Iblis pun berkata: engkau dusta, engkau tidak akan bisa menebangnya. Namun si pemuda tidak mempedulikan ucapan sang iblis. Maka iblis pun membantingnya ke tanah, lalu mencekiknya, sampai hampir saja iblis membunuhnya.

Dalam kondisi yang demikian, iblis bertanya kepada pemuda itu: tahukah engkau siapa aku? Aku adalah iblis. Saat pertama aku melihatmu pergi hendak menebang pohon itu, engkau memang melakukannya dalam keadaan marah karena Allah, sehingga aku tidak akan mampu menguasaimu.

Namun sekarang sesudah aku menipumu dengan dua dinar, engkau pergi hendak menebang pohon itu kembali karena dua dinar bukan karena Allah, maka aku pun mampu menguasaimu.”

Alangkah hebatnya keikhlasan sampai Iblis pun tak akan mampu berbuat sekehendaknya. Allah berfirman:
قال رب بما أغويتني لأزينن لهم في الأرض ولأغوينهم أجمعين، إلا عبادك منهم المخلصين.
“Iblis berkata: wahai Robku, oleh sebab Engkau telah memutuskan bahwa aku sesat, pasti aku akan menjadikan mereka memandang baik (maksiat) di muka bumi, dan pasti aku akan menyesatkan mereka semuanya, kecuali hamba-hamba Mu yang diberi keikhlasan diantara mereka.” (Al Hijr: 39-40)
Marilah kita perbaiki keikhlasan kita..

Sumber: Ustadz Abdul Mu’thi Al-Maidani via Kajian Kisah & Sejarah Islam
Read more...
 
. © 2012 Berbagi Syiar Islam. Supported by Ilman-Islam and Graficom